SEMBIRAN DAN FILOSOFI SEGITIGA


Jika dilihat dari atas, maka kesan bentuk segitiga menyeruak diantara rumah rumah dan pemukiman area Desa Sembiran. Pun dengan relief yang ada di Pura Jugan dan Pura Cungkub ditemukan banyak bentuk segitiga, selain relief dengan narasi tokoh yang disucikan. Bentuk segitiga pada relief naratif di Pura Jugan dan Pura Cungkub disinyalir merupakan simbolisasi gunung yang merupakan perwujudan padmasana.
Relief narasi di Pura Jugan menampilkan kisah Dewa Wisnu, Dewa Indra dan Rsi Duwarsa melalui ikon dewa yang sedang menunggangi gajah, Dewa yang sedang duduk di atas teratai, seorang pendeta dan beberapa perempuan di sekitarnya. Sedangkan narasi relief di Pura Cungkub
menampilkan adegan interaksi antara ikon Hanoman, Sugriwa/Subali, dan Tualen.
Selain itu, bentuk segitiga juga diimplementasikan dalam bentuk Canang khas Desa Sembiran yang disebut "canang icak icuk". Kata “Canang” berasal dari bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi yang berarti sirih, yang disuguhkan pada tamu yang di hormati, oleh karena itu canang di jadikan suatu sarana yang harus ada karena di persembahkan kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi dalam ajaran agama Hindu di Bali .
Canang memiliki beberapa makna, yaitu :
1. Sebagai lambang perjuangan hidup manusia dengan selalu memohon perlindungannya untuk dapat menciptakan, memelihara dan meniadakan yang berhubungan dengan hidup manusia.
2. Sebagai lambang menumbuhkan keteguhan, kelanggengan dan kesucian pikiran
3. Sebagai lambang suatu usaha umat manusia untuk menerapakan ajaran agama Hindu dalam bentuk banten yang memberikan keterangan tentang arti dan makna hidup.
Canang terdiri dari beberapa unsur pembentukannya yakni :
1.Porosan
Porosan melambangkan Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi dalam manifetasinya sebagai Tri Murti
2.Plawa/ daun-daunan
Melambangkan tumbuhnya pikiran suci dan hening
3.Tetuesan / Jejaitan
Lambang keteguhan atau kelanggengan umat manusia
4.Bunga
Melambangkan keikhlasan
5.Uras Sari
Dibuat dari garis silang yang menyerupai tanda tambah yang merupakan bentuk sederhana dari Swastika

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Desa Sembiran sebagai Desa Tua Bali Mula, memiliki keterikatan antara keyakinan hakiki dan bentuk segitiga tersebut. Mulai dari bentuk demografi Desa Sembiran yang terletak di daerah perbukitan 300-800M di atas permukaan laut, dan membentuk segitiga, sehingga analogi Bali Aga atau daerah pegunungan tidak terbantahkan. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, gunung diyakini sebagai istana para dewata atau para leluhur. Gunung juga merupakan representasi sistem kosmos (alam semesta), selain itu bentuknya yang kerucut melambangkan sifat awal dan akhir, segala sesuatunya berawal dan berakhir pada Tuhan. Selain itu, gunung juga memiliki makna lain yaitu menjadi salah satu arah kiblat selain arah Matahari, maka lambang Desa Sembiran pun berbentuk segitiga dengan ornamen dan arti yang penuh makna. Selanjutnya jika diperhatikan dengan seksama posisi tangan saat persembahyangan (muspa) juga berbentuk segitiga yang kemudian memiliki pola yang sama pada struktur bangunan pura Jugan dan Cungkub, serta bentuk canang khas Desa Sembiran yakni canang icai icuk. Pada akhirnya bermuara pada satu konsep yakni Tri Murti, dimana ada penciptaan, pemeliharaan dan peleburan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Tradisional Unik Sekaligus Olahraga dan Pendidikan Karakter yang Kini Nestapa.